ISLAM: Spiritual Pathology

Juni 5, 2011 pukul 8:46 am | Ditulis dalam Islam Sebagai Antitesis Agama, Kontra Islam | Tinggalkan komentar

Buku karangan Robert R. Reilly yang berjudul ‘The Closing Of The Muslim Mind” tampaknya sungguh sangat menarik. Memang saya belum membaca isinya, namun melalui beberapa ulasannya dan juga rangkuman yang disampaikan oleh sang pengarang dapat saya simpulkan secara sederhana bahwa ini buku yang provokatif tapi sekaligus mampu menjelaskan fenomena sikap permusuhan dan intoleransi Islam terhadap dunia.

Ketika mencoba merangkum keseluruhan isi bukunya, Robert R. Reilly dengan tajam dan tegas menyimpulkan sebagai berikut, “Islamism is a spiritual pathology founded on a theological deformation that has produced the dysfunctional culture.” Islam adalah penyakit spiritual yang merusak peradaban dunia!

Tidak bisa tidak saya 100% setuju dengan sang pengarang.

Islam Dan Kemajuan Peradaban

Ketika berbicara mengenai sumbangan Islam terhadap peradaban dunia, kaum intelektual Islam seringkali merujuk pada ‘peradaban emas Islam’ di abad-abad awal perkembangan ekspansi Islam dimana muncul pemikiran-pemikiran dan pusat-pusat intelektual yang menjadi sumber inspirasi abad pencerahan Eropa. Tapi ironisnya, kemajuan peradaban Islam ini seolah tidak berlanjut lagi dan malah bergerak mundur sehingga peradaban Islam justru menjadi peradaban yang terbelakang.

Kaum intelektual Islam kebanyakan setuju bahwa kemunduran pemikiran dunia Islam terutama disebabkan oleh semakin besarnya pengaruh pemikiran Al-Ghazalli yang berupaya membungkam kaum Mutazillah (motor pemikiran intelektual Islam). Al-Ghazalli bagi Islam kurang lebih sama perannya seperti St. Paulus bagi kristianitas. Pemikiran-pemikiran Al-Ghazalli yang cenderung meminggirkan pentingnya peran akal budi dalam memahami kebenaran inilah yang kemudian memberikan arah bagi perkembangan peradaban Islam hingga saat ini.

Lalu bagaimana kita memahami kemajuan peradaban Islam yang hanya sebentar dan sekaligus kemundurannya yang permanen?

Bagi saya kenyataan sejarah ini menunjukkan satu hal: apapun yang menyebabkan kemajuan peradaban Islam pada masa itu pasti tidak sesuai dengan karakter Islam yang sesungguhnya. Dalam hal ini perjumpaan Islam dengan peradaban Yunani saat mereka menguasai Byzantium adalah penyebab utama dari kemajuan peradaban Islam. Sementara itu pada dasarnya Islam tidak memiliki apa-apa yang ditawarkan kepada dunia selain semangat ekspansi yang ingin mempertobatkan dunia. Pemikiran-pemikiran Yunani yang dijumpai dalam proses ekspansinya berupaya dirangkul ke dalam Islam karena pada masa itu dilihat sebagai alat yang ampuh untuk memajukan Islam dan untuk menaklukkan dunia lebih lanjut. Jadi penyebab kemajuan peradaban Islam tidak berasal dari dalam Islam itu sendiri, melainkan berasal dari perjumpaannya dengan peradaban Yunani yang disinergikan dengan semangat ekspansi dakwah Islam.

Tapi kemudian muncul persoalan besar. Pemikiran Yunani ternyata memberi dampak buruk bagi Islam karena akal budi mulai leluasa mempertanyakan kebenaran-kebenaran Islam. Dan ini membuat Islam tidak tahan. Helenisasi adalah racun maut yang akan membunuh Islam, dan racun itu harus segera dikeluarkan! Inilah yang terjadi ketika pemikiran-pemikiran Al-Ghazalli, teolog besar kaum Asy’syariah, mulai mendominasi dunia Islam untuk mencegah hancurnya Islam akibat racun helenisasi yang disebarkan kaum Mutazillah.

Bandingkan ini dengan Gereja yang justru terus berupaya menunjukkan keselarasan antara iman dan akal budi dalam memahami kebenaran sampai sekarang. Tak pernah ada satu katapun yang mempertentangkan iman dan akal budi dalam ajaran Gereja.

Lalu pertanyaan lain yang muncul: mengapa proses helenisasi yang mengedepankan terang akal budi tidak selaras dengan Islam? Jawaban saya satu: Islam sejak awalnya adalah sebuah kebohongan dan agama palsu yang dapat terbongkar kesesatannya jika diperiksa dalam terang akal budi. Dengan tepat ini juga dirumuskan oleh Robert R. Reilly yang mengkategorikan Islam sebagai ‘spiritual pathology’ alias penyakit spiritual.

Lalu apa yang harus kita lakukan dengan sebuah ‘penyakit’? Tidak lain dan tidak bukan adalah dengan membuangnya jauh-jauh dan selanjutnya mencegah penyakit itu datang lagi.

Re-helenisasi Islam, mungkinkah?

Akibat dari proses de-helenisasi di dunia Islam sangat jelas, paling tidak kita bisa mengamati dari fenomena-fenomenanya. Tidak berfungsinya akal-budi dalam pemahaman Islam pada akhirnya hanya menyebabkan munculnya kekerasan-kekerasan atas nama iman. Sangat logis, ketika akal budi tidak lagi mampu menjawab tantangan maka solusinya yang paling gampang adalah penggunaan kekerasan dan kekuasaan. Terorisme, jihad, pembakaran gereja, dan banyak lagi kekerasan atas nama agama adalah contoh-contoh yang begitu jelas untuk masalah ini.

Kondisi memalukan ini bukannya tidak menimbulkan keprihatinan dari kalangan internal Islam sendiri. Bagaimanapun masih banyak orang Islam yang berpihak pada hati nurani dan akal sehat mereka. Banyak pemikir-pemikir Islam yang mencoba menentang arus dengan melakukan kritik-kritik atas pemikiran tradisional Islam. Ini mungkin merupakan bagian dari proses re-helenisasi dunia Islam yang sedang diupayakan untuk mencegah kemunduran Islam lebih lanjut.

Di Indonesia upaya re-helenisasi ini bisa kita lihat dari pemikiran-pemikiran kaum intelektual seperti Gus Dur dan juga Ulii Abshar Abdalla dengan teman-teman JIL-nya. Dan kurang lebih kita tahu bagaimana reaksi Islam terhadap pemikiran-pemikiran semacam ini.

Lalu apakah upaya ini akan berhasil atau bagaimanakah pengaruh pemikiran-pemikiran mereka terhadap Islam? Tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap pemikiran-pemikiran kaum pembaharu Islam ini saya hanya mengatakan kemungkinannya ada dua: pemikiran-pemikiran mereka akan gagal dan dilibas oleh pandangan kaum tradisional ATAU pemikiran mereka berhasil tapi akibatnya di luar dugaan mereka: Islam bukannya terbaharui melainkan justru hancur dan ditinggalkan pengikutnya karena segala kepalsuannya terbuka di hadapan nalar dan kebenaran.

Mengapa saya berani mengatakan demikian? Yang pertama berdasarkan kenyataan sejarah akan kegagalan kaum Mutazillah dan sejarah ini akan berulang. Yang kedua berdasarkan fakta bahwa Islam adalah sebuah ‘penyakit spiritual’ atau agama palsu yang tidak mungkin diperbaiki dengan cara apapun kecuali dengan membongkar kepalsuannya dan membuangnya jauh-jauh dari peradaban. Dengan cara apakah uang palsu dijadikan asli dan berharga? Tidak ada cara apapun yang bisa dilakukan, satu-satunya hanyalah dengan membuangnya jauh-jauh atau membakarnya supaya tidak ada lagi orang yang memanfaatkannya untuk menipu orang lain…

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.
Entries dan komentar feeds.